Di hari yang tak pernah aku faham apa yang akan terjadi.
Di hari yang bunga-bunga tumbuh di sela rerumputan.
Di hari yang Tuhan mempertemukan kita.
Tatapanmu menabrak pandanganku. Mata kita beradu, bertukar isyarat. Isyarat tanpa arti.
Lalu aku mengerti, jabat hatimu kutangkap. Dan aku mulai mengenalmu.
Dan rasaku telah mendalam. Untuk mencabutnya, mungkin, aku harus mengadakan sayembara seperti dalam serial dongeng Bawang Putih.
Sejak mengenalmu, aku sudah lupa caranya menangis. Lupa cara bersedih. Lupa cara mengeluh. Karena setiap aku ingin, aku selalu mengingatmu. Mengingat caramu berlaku. Dan keinginanku untuk itu punah. Seperti yang kukatakan padamu, kau memang satu-satunya obatku.
Aku bersyukur pada Tuhan, di tengah keraguanku melangkahi gurun yang memanggang, oase-oase yang sering aku dengar dari mulut orang benar-benar kutemukan, kini. Seolah kamu adalah zam-zam dan aku Ismail. Eh, atau sebaliknya?
Ah, aku tak peduli! Intinya, aku beruntung kenalimu.
Di hari yang bunga-bunga tumbuh di sela rerumputan.
Di hari yang Tuhan mempertemukan kita.
Tatapanmu menabrak pandanganku. Mata kita beradu, bertukar isyarat. Isyarat tanpa arti.
Lalu aku mengerti, jabat hatimu kutangkap. Dan aku mulai mengenalmu.
Dan rasaku telah mendalam. Untuk mencabutnya, mungkin, aku harus mengadakan sayembara seperti dalam serial dongeng Bawang Putih.
Sejak mengenalmu, aku sudah lupa caranya menangis. Lupa cara bersedih. Lupa cara mengeluh. Karena setiap aku ingin, aku selalu mengingatmu. Mengingat caramu berlaku. Dan keinginanku untuk itu punah. Seperti yang kukatakan padamu, kau memang satu-satunya obatku.
Aku bersyukur pada Tuhan, di tengah keraguanku melangkahi gurun yang memanggang, oase-oase yang sering aku dengar dari mulut orang benar-benar kutemukan, kini. Seolah kamu adalah zam-zam dan aku Ismail. Eh, atau sebaliknya?
Ah, aku tak peduli! Intinya, aku beruntung kenalimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar