Ketukan yang lembut itu, membangunkanku dari isak yang sesak.
Ketukan yang membuatku merasa tahu bahwa di balik pintu itu ia sedang tersenyum.
Aku tahu ia memang sedang tersenyum, dan dengan sabar menanti tanganku membukakannya. Sabar menantiku untuk mempersilakannya masuk ke rumahku—hatiku.
Ia mengucapkan salam, lalu mengganti kata "permisi" dengan ucapan, "Hai, aku datang untuk mengembangkan senyummu. Penambat lara hatimu. Penghapus jejak air matamu. Seribu Obat untuk menghanguskan lukamu."
Dan entah mengapa, dengan rasa yang sama sekali aku tak tau namanya, aku membuka pintuku dan menyambutnya. Kilaunya melambankan akal sehatku, menghancurkan argumenku tentang cinta itu serpihan rasa yang tak mungkin utuh kembali.
Namun kini kebahagiaanku tersusun lagi!
Benar saja, senyumnya sedetik sudah membuatku bahagia. Hanya dengan itu. Bagaimana dengan yang lebih-dari-sekedar-senyuman?
Kusambut ulur tangannya. Ia membawaku pada dimensi bahagia yang tak dapat dibayangkan siapapun. Termasuk aku—yang dulu.
Dan kini, jatuh cintaku nyata. Nyata karenamu, nyata dengan segala hatiku.
Jatuh cinta denganmu, Seribu Obat-ku.
"-ku"? Iya, hanya punyaku.
Ketukan yang membuatku merasa tahu bahwa di balik pintu itu ia sedang tersenyum.
Aku tahu ia memang sedang tersenyum, dan dengan sabar menanti tanganku membukakannya. Sabar menantiku untuk mempersilakannya masuk ke rumahku—hatiku.
Ia mengucapkan salam, lalu mengganti kata "permisi" dengan ucapan, "Hai, aku datang untuk mengembangkan senyummu. Penambat lara hatimu. Penghapus jejak air matamu. Seribu Obat untuk menghanguskan lukamu."
Dan entah mengapa, dengan rasa yang sama sekali aku tak tau namanya, aku membuka pintuku dan menyambutnya. Kilaunya melambankan akal sehatku, menghancurkan argumenku tentang cinta itu serpihan rasa yang tak mungkin utuh kembali.
Namun kini kebahagiaanku tersusun lagi!
Benar saja, senyumnya sedetik sudah membuatku bahagia. Hanya dengan itu. Bagaimana dengan yang lebih-dari-sekedar-senyuman?
Kusambut ulur tangannya. Ia membawaku pada dimensi bahagia yang tak dapat dibayangkan siapapun. Termasuk aku—yang dulu.
Dan kini, jatuh cintaku nyata. Nyata karenamu, nyata dengan segala hatiku.
Jatuh cinta denganmu, Seribu Obat-ku.
"-ku"? Iya, hanya punyaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar